Sunday, December 28, 2008

0 Makalah tentang E-Commerce dan Standar-standar dalam E-commerce

Perkembangan  internet  menyebabkan  terbentuknya  sebuah  dunia  baru  yang  lazim disebut  dunia maya.  Di  dunia maya ini setiap  individu memiliki  hak dan kemampuan untuk   berinteraksi   dengan    individu   lain   tanpa   batasan   apapun   yang   dapat menghalanginya.  Sehingga globalisasi yang sempurna sebenarnya telah berjalan  di dunia  maya  yang  menghubungkan  seluruh  komunitas  digital.    Dari  seluruh  aspek kehidupan manusia yang terkena dampak kehadiran internet, sektor bisnis merupakan sektor  yang  paling  terkena  dampak  dari  perkembangan  teknologi  informasi  dan telekomunikasi serta paling cepat tumbuh.  Melalui e-commerce, untuk pertama kalinya seluruh manusia di muka bumi memiliki kesempatan dan peluang yang sama agar dapat bersaing dan berhasil berbisnis di dunia maya.

E-commerce   adalah   suatu  jenis  dari  mekanisme  bisnis  secara   elektronik  yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet (teknologi berbasis jaringan digital) sebagai medium pertukaran barang atau jasa baik antara dua buah institusi (business to business) dan konsumen langsung (business to consumer), melewati kendala ruang dan waktu yang selama ini merupakan hal-hal yang dominan.  Pada masa persaingan ketat di era globalisasi saat ini, maka persaingan yang sebenarnya adalah terletak pada bagaimana sebuah perusahaan dapat memanfaatkan e-commerce  untuk  meningkatkan  kinerja  dan  eksistensi  dalam  bisnis  inti.    Dengan aplikasi e-commerce, seyogyanya hubungan antar perusahaan dengan entitas eksternal lainnya (pemasok, distributor, rekanan, konsumen) dapat dilakukan secara lebih cepat, lebih intensif, dan lebih murah daripada aplikasi prinsip manajemen secara konvensional (door to  door, one-to-one relationship).  Maka  e-commerce bukanlah sekedar suatu mekanisme penjualan barang atau jasa melalui  medium internet, tetapi juga terhadap terjadinya sebuah transformasi bisnis yang mengubah cara pandang perusahaan dalam melakukan aktivitas usahanya.  Membangun dan mengimplementasikan sebuah system e-commerce  bukanlah  merupakan  proses   instant,  namun  merupakan  transformasi strategi  dan  system  bisnis  yang  terus  berkembang  sejalan  dengan  perkembangan perusahaan dan teknologi.

Download
Perkembangan  internet  menyebabkan  terbentuknya  sebuah  dunia  baru  yang  lazim disebut  dunia maya.  Di  dunia maya ini setiap  individu memiliki  hak dan kemampuan untuk   berinteraksi   dengan    individu   lain   tanpa   batasan   apapun   yang   dapat menghalanginya.  Sehingga globalisasi yang sempurna sebenarnya telah berjalan  di dunia  maya  yang  menghubungkan  seluruh  komunitas  digital.    Dari  seluruh  aspek kehidupan manusia yang terkena dampak kehadiran internet, sektor bisnis merupakan sektor  yang  paling  terkena  dampak  dari  perkembangan  teknologi  informasi  dan telekomunikasi serta paling cepat tumbuh.  Melalui e-commerce, untuk pertama kalinya seluruh manusia di muka bumi memiliki kesempatan dan peluang yang sama agar dapat bersaing dan berhasil berbisnis di dunia maya.

E-commerce   adalah   suatu  jenis  dari  mekanisme  bisnis  secara   elektronik  yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet (teknologi berbasis jaringan digital) sebagai medium pertukaran barang atau jasa baik antara dua buah institusi (business to business) dan konsumen langsung (business to consumer), melewati kendala ruang dan waktu yang selama ini merupakan hal-hal yang dominan.  Pada masa persaingan ketat di era globalisasi saat ini, maka persaingan yang sebenarnya adalah terletak pada bagaimana sebuah perusahaan dapat memanfaatkan e-commerce  untuk  meningkatkan  kinerja  dan  eksistensi  dalam  bisnis  inti.    Dengan aplikasi e-commerce, seyogyanya hubungan antar perusahaan dengan entitas eksternal lainnya (pemasok, distributor, rekanan, konsumen) dapat dilakukan secara lebih cepat, lebih intensif, dan lebih murah daripada aplikasi prinsip manajemen secara konvensional (door to  door, one-to-one relationship).  Maka  e-commerce bukanlah sekedar suatu mekanisme penjualan barang atau jasa melalui  medium internet, tetapi juga terhadap terjadinya sebuah transformasi bisnis yang mengubah cara pandang perusahaan dalam melakukan aktivitas usahanya.  Membangun dan mengimplementasikan sebuah system e-commerce  bukanlah  merupakan  proses   instant,  namun  merupakan  transformasi strategi  dan  system  bisnis  yang  terus  berkembang  sejalan  dengan  perkembangan perusahaan dan teknologi.

Download

Thursday, December 25, 2008

0 10 Kumpulan Makalah Penelitian dan Karya Ilmiah

1. Strategi Perencanaan Sumber Daya Manusia yang Efektif

2. Peranan Kompetensi dalam Pengembangan Manajemen Sumber Daya Manusia

3. Membangun Intrepreneurship Menuju Birokrasi Humanistik

4. Pelayanan Publik di Indonesia dalam Perspektif Kultural dan Etika

5. Mewirausahakan Birokrasi dalam Mewujudkan Good Governance

6. Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Kompetisi

7. Peranan Pendidikan dan Pelatihan dalam Pengembangan Sumberdaya Manusia

8. Manajemen Korespondensi

9. Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Desa

10. Pengaruh Komunikasi Terhadap Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Perdesaan di Kabupaten Cinajur

Download
1. Strategi Perencanaan Sumber Daya Manusia yang Efektif

2. Peranan Kompetensi dalam Pengembangan Manajemen Sumber Daya Manusia

3. Membangun Intrepreneurship Menuju Birokrasi Humanistik

4. Pelayanan Publik di Indonesia dalam Perspektif Kultural dan Etika

5. Mewirausahakan Birokrasi dalam Mewujudkan Good Governance

6. Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Kompetisi

7. Peranan Pendidikan dan Pelatihan dalam Pengembangan Sumberdaya Manusia

8. Manajemen Korespondensi

9. Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Desa

10. Pengaruh Komunikasi Terhadap Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Perdesaan di Kabupaten Cinajur

Download

0 Makalah Kedokteran Gigi: Respon Pasien dan Radiologi

Bidang Radiologi Kedokteran Gigi merupakan salah satu penyedia jasa dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Jasa yang diberikan adalah berupa personal based service, karena kontak personal antar-pelanggan (pasien) dan penyedia jasa sangat intens dan lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan individu pasien.

Dengan semakin meningkatnya status ekonomi dan pendidikan masyarakat, terutama di kota besar, tentunya akan semakin meningkat pula kebutuhan dan tuntutan akan sarana pelayanan kesehatan yang berkualitas dari masyarakat. Pasien sebagai konsumen dalam pelayanan kesehatan memiliki perilaku yang dapat diasumsikan seperti konsumen dalam bidang jasa lainnya, sehingga studi perilaku konsumen dalam hal ini perlu dilakukan untuk menunjang tercapainya pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Dalam mewujudnya suatu pelayanan kesehatan yang berkualitas, tentunya tidak terlepas dari masalah pembiayaannya. Biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu dari penyedia jasa dan pemakai jasa. Besarnya dana bagi penyedia jasa lebih menunjuk pada seluruh biaya investasi (investment cost) serta seluruh biaya operasional (operational cost), sedangkan bagi pemakai jasa lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan1. Biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien adalah berupa tarif yang ditetapkan oleh penyedia jasa.

Download
Bidang Radiologi Kedokteran Gigi merupakan salah satu penyedia jasa dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Jasa yang diberikan adalah berupa personal based service, karena kontak personal antar-pelanggan (pasien) dan penyedia jasa sangat intens dan lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan individu pasien.

Dengan semakin meningkatnya status ekonomi dan pendidikan masyarakat, terutama di kota besar, tentunya akan semakin meningkat pula kebutuhan dan tuntutan akan sarana pelayanan kesehatan yang berkualitas dari masyarakat. Pasien sebagai konsumen dalam pelayanan kesehatan memiliki perilaku yang dapat diasumsikan seperti konsumen dalam bidang jasa lainnya, sehingga studi perilaku konsumen dalam hal ini perlu dilakukan untuk menunjang tercapainya pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Dalam mewujudnya suatu pelayanan kesehatan yang berkualitas, tentunya tidak terlepas dari masalah pembiayaannya. Biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu dari penyedia jasa dan pemakai jasa. Besarnya dana bagi penyedia jasa lebih menunjuk pada seluruh biaya investasi (investment cost) serta seluruh biaya operasional (operational cost), sedangkan bagi pemakai jasa lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan1. Biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien adalah berupa tarif yang ditetapkan oleh penyedia jasa.

Download

0 Makalah Kedokteran Umum: Rekam Medis di Puskesmas

Rekam medis di Puskesmas merupakan salah satu sumber data penting yang nantinya akan diolah menjadi informasi . Pengisian rekam medis di Puskesmas dimulai di Unit Pendaftaran, identitas pasien dicatat di kartu atau status rekam medis dan selanjutnya pasien beserta kartu atau status rekam medisnya dibawa ke Ruang Pemeriksaan. Oleh tenaga kesehatan, pasien tersebut dianamnesia dan diperiksa serta kalau dibutuhkan dilakukan pemeriksaan penunjang. Akhirnya dilakukan penegakkan diagnosa dan sesuai kebutuhan,pasien tersebut diberi obat atau tindakan medis lainnya. Ke semua pelayanan kesehatan ini dicatat dalam kartu atau status rekam medis. Setiap tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan dan atau tindakan medis harus menuliskan nama dan membubuhi tandatangannya kartu atau status rekam medis tersebut.

Semua kegiatan ini merupakan kegiatan bagian pertama rekam medis (PATIENT RECORD). Setelah melalui ini semua, pasien dapat pulang atau dirujuk. Namun demikian kegiatan pengelolaan rekam medis tidak berhenti. Kartu atau status rekam medis dikumpulkan, biasanya kembali ke Ruang Pendaftaran untuk dilakukan kodeing penyakit dan juga pendataan di buku-buku register harian yang telah disediakan. Setelah diolah, kartu atau status rekam medis dikembalikan ke tempatnya di Ruang Pendaftaran agar lain kali pasien yang sama datang, maka kartu atau status rekam medisnya dapat dipergunakan kembali.

Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan bagian kedua rekam medis yaitu MANAJEMEN berupa rekapitulasi harian, bulanan, triwulanan, semester dan tahunan dari informasi yang ada di kartu atau status rekam medis pasien yaitu Laporan Bulanan yang harus dilakukan oleh Puskesmas (LB1:Data Kesakitan , berasal dari kartu atau status rekam medis pasien ; LB2: Data Obat-obatan ; LB3: Gizi, KIA, Immusasi , P2M dan LB4: Kegiatan Puskesmas , Laporan Bulanan Sentinel (SST) dan Laporan Tahunan (LSD1: Data Dasar Puskesmas , LSD2: Data Kepegawaian , LSD3 :Data Peralatan).Seluruh laporan tersebut merupakan fakta yang digunakan untuk proses perencanaan Puskesmas demi menunjang peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu dalam bentuk sistem informasi kesehatan.

Download
Rekam medis di Puskesmas merupakan salah satu sumber data penting yang nantinya akan diolah menjadi informasi . Pengisian rekam medis di Puskesmas dimulai di Unit Pendaftaran, identitas pasien dicatat di kartu atau status rekam medis dan selanjutnya pasien beserta kartu atau status rekam medisnya dibawa ke Ruang Pemeriksaan. Oleh tenaga kesehatan, pasien tersebut dianamnesia dan diperiksa serta kalau dibutuhkan dilakukan pemeriksaan penunjang. Akhirnya dilakukan penegakkan diagnosa dan sesuai kebutuhan,pasien tersebut diberi obat atau tindakan medis lainnya. Ke semua pelayanan kesehatan ini dicatat dalam kartu atau status rekam medis. Setiap tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan dan atau tindakan medis harus menuliskan nama dan membubuhi tandatangannya kartu atau status rekam medis tersebut.

Semua kegiatan ini merupakan kegiatan bagian pertama rekam medis (PATIENT RECORD). Setelah melalui ini semua, pasien dapat pulang atau dirujuk. Namun demikian kegiatan pengelolaan rekam medis tidak berhenti. Kartu atau status rekam medis dikumpulkan, biasanya kembali ke Ruang Pendaftaran untuk dilakukan kodeing penyakit dan juga pendataan di buku-buku register harian yang telah disediakan. Setelah diolah, kartu atau status rekam medis dikembalikan ke tempatnya di Ruang Pendaftaran agar lain kali pasien yang sama datang, maka kartu atau status rekam medisnya dapat dipergunakan kembali.

Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan bagian kedua rekam medis yaitu MANAJEMEN berupa rekapitulasi harian, bulanan, triwulanan, semester dan tahunan dari informasi yang ada di kartu atau status rekam medis pasien yaitu Laporan Bulanan yang harus dilakukan oleh Puskesmas (LB1:Data Kesakitan , berasal dari kartu atau status rekam medis pasien ; LB2: Data Obat-obatan ; LB3: Gizi, KIA, Immusasi , P2M dan LB4: Kegiatan Puskesmas , Laporan Bulanan Sentinel (SST) dan Laporan Tahunan (LSD1: Data Dasar Puskesmas , LSD2: Data Kepegawaian , LSD3 :Data Peralatan).Seluruh laporan tersebut merupakan fakta yang digunakan untuk proses perencanaan Puskesmas demi menunjang peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu dalam bentuk sistem informasi kesehatan.

Download

Thursday, December 18, 2008

0 Kebijakan Pengembangan Infrastruktur Perpustakaan Digital Nasional

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, menyatakan bahwa salah satu tugas  Perpustakaan Nasional RI  adalah sebagai pusat jejaring perpustakaan di Indonesia yang memberikan akses informasi kepada seluruh masyarakat. Pelaksanaan tugas tersebut didukung Komisi X DPR-RI yang disampaikan  dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 5 Oktober 2007, diharapkan  Perpustakaan Nasional RI memprioritaskan pembangunan perpustakaan digital (disamping Perpustakaan Desa/Kelurahan) sebagai kegiatan tahun 2008. Pada saat yang hampir bersamaan,  dalam UNESCO Experts Meeting on the World Digital Library pada  1 Desember 2005, dibahas tentang  inisiatif pembangunan World Digital Library (WDL) yang Inisiatif pembangunan World Digital Library (WDL) yang dibahas dalam UNESCO Experts Meeting on the WDL menghendaki Perpustakaan Nasional RI sebagai fasilitator nasional pembangunan perpustakaan digital di Indonesia.

Banyak definisi yang diberikan mengenai perpustakaan digital yang  pada umumnya memuat ciri-ciri  perpustakaan digital, sbb:
a.Merupakan lembaga/organisasi yang melaksanakan fungsi-fungsi perpustakaan.
b.Merupakan perpustakaan tradisional yang meningkatkan  layananannya melalui penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), khususnya Internet. Artinya, tidak ada perpustakaan yang terbangun sepenuhnya digital, tanpa memiliki organisasi konvensional dan koleksi manual.
c.Diselenggarakan oleh lebih dari satu perpustakaan yang  memiliki koleksi bahan perpustakaan atau sumber informasi yang bersifat  unik atau lokal (local content) dan menyediakan akses secara digital ke koleksi masing-masing untuk dimanfaatkan secara bersama (shared).
d.Memiliki  portal di web sebagai titik akses layanan digital.

Secara sederhana ciri-ciri di atas dapat dirangkum menjadi suatu pengertian tentang perpustakaan digital, yaitu  jaringan perpustakaan yang memiliki koleksi dalam format digital dan menyelenggarakan layanan digital yang dapat diakses dari sebuah portal web dikembangkan sebagai gateway utuk mengakses seluruh koleksi dan layanan yang diselenggarakan oleh seluruh perpustakaan yang tergabung dalam jaringan tersebut. aksesnya.

Perkembangan teknologi yang sedemikian pesat di Indonesia telah sangat memungkinkan bagi Perpustakaan Nasional RI untuk mulai merealisasikan inisiatif pembangunan pembangunan perpustakaan digital dalam lingkup nasional. Oleh karenanya, setelah melalui berbagai persiapan, sejak tahun anggaran 2008 sekarang ini, Perpustakaan Nasional RI secara resmi memulai program pembangunan Perpustakaan Digital Nasional (PDN). Yang dimaksud dengan PDNP adalah jaringan kerja sama perpustakaan yang beranggotakan berbagai jenis perpustakaan di Indonesia yang bekerja sama untuk  menyediakan berbagai bahan perpustakaan bernilai budaya tinggi dalam berbagai bahasa daerah dan Indonesia yang dapat diakses publik  melalui di internet secara gratis.

Tujuan pengembangan PDN adalah untuk mempromosikan pemahaman dan kesadaran antarbudaya dalam lingkup nasional, menyediakan sumber belajar, mendorong ketersediaan bahan perpustakaan dan informasi yang mengandung nilai budaya setempat (local content), sebagai bagian dari koleksi nasional,  yang dapat diakses secara cepat, akurat  dan merata oleh pemustaka melalui internet, terutama untuk mendukung  penelitian ilmiah. Dalam pembangunan PDN ini Perpustakaan Nasional RI berperan sebagai sebagai fasilitator.

Download file: kebijakan-pembangunan-infrastruktur-perpustakaan-digital
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, menyatakan bahwa salah satu tugas  Perpustakaan Nasional RI  adalah sebagai pusat jejaring perpustakaan di Indonesia yang memberikan akses informasi kepada seluruh masyarakat. Pelaksanaan tugas tersebut didukung Komisi X DPR-RI yang disampaikan  dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 5 Oktober 2007, diharapkan  Perpustakaan Nasional RI memprioritaskan pembangunan perpustakaan digital (disamping Perpustakaan Desa/Kelurahan) sebagai kegiatan tahun 2008. Pada saat yang hampir bersamaan,  dalam UNESCO Experts Meeting on the World Digital Library pada  1 Desember 2005, dibahas tentang  inisiatif pembangunan World Digital Library (WDL) yang Inisiatif pembangunan World Digital Library (WDL) yang dibahas dalam UNESCO Experts Meeting on the WDL menghendaki Perpustakaan Nasional RI sebagai fasilitator nasional pembangunan perpustakaan digital di Indonesia.

Banyak definisi yang diberikan mengenai perpustakaan digital yang  pada umumnya memuat ciri-ciri  perpustakaan digital, sbb:
a.Merupakan lembaga/organisasi yang melaksanakan fungsi-fungsi perpustakaan.
b.Merupakan perpustakaan tradisional yang meningkatkan  layananannya melalui penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), khususnya Internet. Artinya, tidak ada perpustakaan yang terbangun sepenuhnya digital, tanpa memiliki organisasi konvensional dan koleksi manual.
c.Diselenggarakan oleh lebih dari satu perpustakaan yang  memiliki koleksi bahan perpustakaan atau sumber informasi yang bersifat  unik atau lokal (local content) dan menyediakan akses secara digital ke koleksi masing-masing untuk dimanfaatkan secara bersama (shared).
d.Memiliki  portal di web sebagai titik akses layanan digital.

Secara sederhana ciri-ciri di atas dapat dirangkum menjadi suatu pengertian tentang perpustakaan digital, yaitu  jaringan perpustakaan yang memiliki koleksi dalam format digital dan menyelenggarakan layanan digital yang dapat diakses dari sebuah portal web dikembangkan sebagai gateway utuk mengakses seluruh koleksi dan layanan yang diselenggarakan oleh seluruh perpustakaan yang tergabung dalam jaringan tersebut. aksesnya.

Perkembangan teknologi yang sedemikian pesat di Indonesia telah sangat memungkinkan bagi Perpustakaan Nasional RI untuk mulai merealisasikan inisiatif pembangunan pembangunan perpustakaan digital dalam lingkup nasional. Oleh karenanya, setelah melalui berbagai persiapan, sejak tahun anggaran 2008 sekarang ini, Perpustakaan Nasional RI secara resmi memulai program pembangunan Perpustakaan Digital Nasional (PDN). Yang dimaksud dengan PDNP adalah jaringan kerja sama perpustakaan yang beranggotakan berbagai jenis perpustakaan di Indonesia yang bekerja sama untuk  menyediakan berbagai bahan perpustakaan bernilai budaya tinggi dalam berbagai bahasa daerah dan Indonesia yang dapat diakses publik  melalui di internet secara gratis.

Tujuan pengembangan PDN adalah untuk mempromosikan pemahaman dan kesadaran antarbudaya dalam lingkup nasional, menyediakan sumber belajar, mendorong ketersediaan bahan perpustakaan dan informasi yang mengandung nilai budaya setempat (local content), sebagai bagian dari koleksi nasional,  yang dapat diakses secara cepat, akurat  dan merata oleh pemustaka melalui internet, terutama untuk mendukung  penelitian ilmiah. Dalam pembangunan PDN ini Perpustakaan Nasional RI berperan sebagai sebagai fasilitator.

Download file: kebijakan-pembangunan-infrastruktur-perpustakaan-digital

Wednesday, December 17, 2008

0 Makalah Kesehatan: Kotak Hitam Sistem Penetapan Kebijakan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Pertanyaan-pertanyaan seperti : ”Apakah kekuasaan mempengaruhi pembuatan kebijakan kesehatan” atau ”Apakah kebijakan kesehatan adalah sesuatu yang bersifat rasional atau politis” serta adakah kaitan antara kebijakan kesehatan dengan sistem politik di suatu negara?” menjadi bahasan penting dalam memahami sistem penetapan kebijakan, peran stakeholder atau aktor serta kotak hitam (black box) dalam proses pengambilan keputusannya Penentuan kebijakan di bidang kesehatan
memang merupakan sebuah sistem yang tidak lepas dari keadaan di sekitarnya yaitu semua faktor-faktorsosial, politik, ekonomi, sejarah dan pengaruh faktor lainnya. Selain itu komponen, proses, alokasi sumber daya, aktor dan kekuasaan merupakan faktor yang berperan pada penetapan kebijakan sebagai sebuah sistem.1

Oleh karena itu, kebijakan yang dihasilkan merupakan produk dari serangkaian interaksi elit kunci dalam setiap detil proses pembuatan kebijakan termasuk tarik-menarik kepentingan antara aktor, interaksi kekuasaan, alokasi sumber daya dan bargaining position di antara elit yang terlibat.

Proses pembentukan kebijakan tidak dapat menghindar dari upaya individual atau kelompok tertentu yang berusaha mempengaruhi para pengambil keputusan agar suatu kebijakan dapat lebih menguntungkan pihaknya. Semua itu, merupakan manifestasi dari kekuatan politik (power) untuk mempertahankan stabilitas dan kepentingan masing-masing aktor. Bahkan tak jarang terjadi pula intervensi kekuasaan dan tarik-menarik kepentingan politis dari pemegang kekuasaan atau aktor yang memiliki pengaruh dalam posisi politik.

Download Makalah
Pertanyaan-pertanyaan seperti : ”Apakah kekuasaan mempengaruhi pembuatan kebijakan kesehatan” atau ”Apakah kebijakan kesehatan adalah sesuatu yang bersifat rasional atau politis” serta adakah kaitan antara kebijakan kesehatan dengan sistem politik di suatu negara?” menjadi bahasan penting dalam memahami sistem penetapan kebijakan, peran stakeholder atau aktor serta kotak hitam (black box) dalam proses pengambilan keputusannya Penentuan kebijakan di bidang kesehatan
memang merupakan sebuah sistem yang tidak lepas dari keadaan di sekitarnya yaitu semua faktor-faktorsosial, politik, ekonomi, sejarah dan pengaruh faktor lainnya. Selain itu komponen, proses, alokasi sumber daya, aktor dan kekuasaan merupakan faktor yang berperan pada penetapan kebijakan sebagai sebuah sistem.1

Oleh karena itu, kebijakan yang dihasilkan merupakan produk dari serangkaian interaksi elit kunci dalam setiap detil proses pembuatan kebijakan termasuk tarik-menarik kepentingan antara aktor, interaksi kekuasaan, alokasi sumber daya dan bargaining position di antara elit yang terlibat.

Proses pembentukan kebijakan tidak dapat menghindar dari upaya individual atau kelompok tertentu yang berusaha mempengaruhi para pengambil keputusan agar suatu kebijakan dapat lebih menguntungkan pihaknya. Semua itu, merupakan manifestasi dari kekuatan politik (power) untuk mempertahankan stabilitas dan kepentingan masing-masing aktor. Bahkan tak jarang terjadi pula intervensi kekuasaan dan tarik-menarik kepentingan politis dari pemegang kekuasaan atau aktor yang memiliki pengaruh dalam posisi politik.

Download Makalah

0 Makalah Kesehatan: Keamanan Pangan, Gizi Buruk, Serta Dampak Sosio-Ekonominya

Satu manifestasi PBM dapat menjadi indikator situasi keamanan pangan di Indonesia. Badan POM (2005) melaporkan bahwa selama tahun 2004, terdapat 152 KLB keracunan pangan, sebanyak 7295 orang mengalami keracunan makanan, 45 orang diantaranya meninggal dunia.

Badan kesehatan dunia (WHO, 1998) memperkirakan bahwa rasio antara kejadian keracunan yang dilaporkan dengan kejadian yang terjadi sesungguhnya di masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan 1:25 untuk negara berkembang. Jika merujuk pada asumsi WHO di atas, kemungkinan yang terjadi sesungguhnya di Indonesia pada tahun 2004 adalah sekitar 180-ribuan orang mengalami keracunan makanan dan seribu orang diantaranya meninggal dunia.

Situasi ini sangat tidak menguntungkan bagi Indonesia, selain berdampak langsung terhadap masalah kesehatan, kondisi ini juga mempengaruhi aspek-aspek sosio-ekonomi lainnya, seperti produktifitas kerja, aspek perdagangan, kepariwisataan dan  sebagainya.

Download makalah
Satu manifestasi PBM dapat menjadi indikator situasi keamanan pangan di Indonesia. Badan POM (2005) melaporkan bahwa selama tahun 2004, terdapat 152 KLB keracunan pangan, sebanyak 7295 orang mengalami keracunan makanan, 45 orang diantaranya meninggal dunia.

Badan kesehatan dunia (WHO, 1998) memperkirakan bahwa rasio antara kejadian keracunan yang dilaporkan dengan kejadian yang terjadi sesungguhnya di masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan 1:25 untuk negara berkembang. Jika merujuk pada asumsi WHO di atas, kemungkinan yang terjadi sesungguhnya di Indonesia pada tahun 2004 adalah sekitar 180-ribuan orang mengalami keracunan makanan dan seribu orang diantaranya meninggal dunia.

Situasi ini sangat tidak menguntungkan bagi Indonesia, selain berdampak langsung terhadap masalah kesehatan, kondisi ini juga mempengaruhi aspek-aspek sosio-ekonomi lainnya, seperti produktifitas kerja, aspek perdagangan, kepariwisataan dan  sebagainya.

Download makalah

Tuesday, December 16, 2008

0 Pentingnya Manajemen Birokrasi Profesional untuk Mengatasi Kemunduran Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Kecenderungan birokrasi dan birokratisasi pada masyarakat modern
benar-benar dipandang memprihatinkan, sehingga digambarkan adanya ramalan mengenai makin menggejalanya dan berkembangnya praktek-praktek birokrasi yang paling rasionalpun, tidak bisa lagi dianggap sebagai kabar menggembirakan, melainkan justru merupakan pertanda malapetaka dan bencana baru yang menakutkan (Blau dan Meyer, 2000: 3).

Siagian (1994), misalnya, mengakui adanya patologi birokrasi. Hal itu
dicirikan oleh kecenderungan patologi karena persepsi, perilaku dan gaya
manajerial, masalah pengetahuan dan ketrampilan, tindakan melanggar hukum, keperilakuan, dan adanya situasi internal. Demikian juga Kartasasmita (1995) menyebutkan, bahwa birokrasi memiliki kecenderungan mengutamakan kepentingan sendiri (self serving), mempertahankan statusquo dan resisten terhadap perubahan, dan memusatkan kekuasaan. Hal inilah yang kemudian memunculkan kesan bahwa birokrasi cenderung lebih mementingkan prosedur
daripada substansi, lamban dan menghambat kemajuan. Benarkah demikian?
Menurut Islamy (1998:8), birokrasi di kebanyakan negara berkembang
termasuk Indonesia cenderung bersifat patrimonialistik : tidak efesien, tidak
efektif (over consuming and under producing), tidak obyektif, menjadi pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan kritik, tidak mengabdi kepada kepentingan umum, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi instrumen penguasa dan sering tampil sebagai penguasa yang sangat otoritatif dan represif.

Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hasil penelitian (Santoso, 1993;
Thaba, 1996; Fatah, 1998), bahwa birokrasi di Indonesia ada kecenderungan
berkembang kearah “parkinsonian”, dimana terjadinya proses pertumbuhan
jumlah personil dan pemekaran struktur dalam birokrasi secara tidak terkendali.

Pemekaran yang terjadi bukan karena tuntutan fungsi, tetapi semata-mata untuk memenuhi tuntutan struktur. Disamping itu, terdapat pula kecenderungann 2 terjadinya birokrasi “orwellian” yakni proses pertumbuhan kekuasaan birokrasi atas masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh birokrasi. Akibatnya, birokrasi Indonesia semakin membesar (big bureaucracy) dan cenderung tidak efektif dan tidak efesien. Pada kondisi yang demikian, sangat sulit diharapkan birokrasi siap dan mampu melaksanakan kewenangankewenangan barunya secara optimal.

Meskipun sudah menjadi gejala yang sangat umum, ternyata pada setiap
konteks sistem budaya masyarakat, secara empirik birokrasi dan birokratisasi terlihat dalam pola perilaku yang beragam. Gejala demikian menunjukkan bahwa birokrasi dan birokratisasi tidak pernah tampil dalam bentuk idealnya. Beberapa alasan, mengapa bentuk ideal birokrasi tidak nampak dalam praktek kerjanya antara lain: Pertama, manusia birokrasi tidak selalu berada (exist) hanya untuk organisasi. Kedua, birokrasi sendiri tidak kebal terhadap perubahan sosial. Ketiga, birokrasi dirancang untuk semua orang. Keempat, dalam kehidupan keseharian manusia birokrasi berbeda-beda dalam kecerdasan, kekuatan, pengabdian dan sebagainya, sehingga mereka tidak dapat saling dipertukarkan untuk peran dan fungsinya dalam kinerja organisasi birokrasi.

Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator birokrasi lebih berjaya
hidup di dunia barat daripada di dunia timur. Hal ini dapat dipahami, karena di dunia barat birokrasi telah berkembang selama beberapa abad. Suatu misal pada abad pertengahan dan seterusnya, perkembangan birokrasi semakin dipacu dan di dukung oleh masyarakat industri. Oleh karena rasionalitas birokrasi cenderung berhubungan dengan gejala industrialisasi, maka banyak negara yang bercita-cita menjadi masyarakatnya menjadi masyarakat industri dan mengadopsi model birokrasi rasional di dalamnya. Namun demikian, bagi masyarakat yang sedang berkembang tidak semua kemanfaatan birokrasi rasional dapat dipetik dan dirasakan. Apalagi birokrasi menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat, maka kecaman dan pesimisme semakin muncul karena banyak anggota masyarakat merasakan bahwa berbagai pola tingkah laku yang telah merupakan
kebiasaan dalam birokrasi tidak dapat mengikuti dan memenuhi tuntutan
pembangunan dan perkembangan masyarakatnya. Sebagai contoh, Islamy
(1998:7) menyebutkan adanya keadaan birokrasi publik di sektor pemerintahan, pendidikan dan kesehatan dan sebagainya berada dalam suatu kondisi yang

Download file: 4Pentingnya Manajemen Birokrasi Profesional untuk Mengatas.pdf (66 KB)
Kecenderungan birokrasi dan birokratisasi pada masyarakat modern
benar-benar dipandang memprihatinkan, sehingga digambarkan adanya ramalan mengenai makin menggejalanya dan berkembangnya praktek-praktek birokrasi yang paling rasionalpun, tidak bisa lagi dianggap sebagai kabar menggembirakan, melainkan justru merupakan pertanda malapetaka dan bencana baru yang menakutkan (Blau dan Meyer, 2000: 3).

Siagian (1994), misalnya, mengakui adanya patologi birokrasi. Hal itu
dicirikan oleh kecenderungan patologi karena persepsi, perilaku dan gaya
manajerial, masalah pengetahuan dan ketrampilan, tindakan melanggar hukum, keperilakuan, dan adanya situasi internal. Demikian juga Kartasasmita (1995) menyebutkan, bahwa birokrasi memiliki kecenderungan mengutamakan kepentingan sendiri (self serving), mempertahankan statusquo dan resisten terhadap perubahan, dan memusatkan kekuasaan. Hal inilah yang kemudian memunculkan kesan bahwa birokrasi cenderung lebih mementingkan prosedur
daripada substansi, lamban dan menghambat kemajuan. Benarkah demikian?
Menurut Islamy (1998:8), birokrasi di kebanyakan negara berkembang
termasuk Indonesia cenderung bersifat patrimonialistik : tidak efesien, tidak
efektif (over consuming and under producing), tidak obyektif, menjadi pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan kritik, tidak mengabdi kepada kepentingan umum, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi instrumen penguasa dan sering tampil sebagai penguasa yang sangat otoritatif dan represif.

Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hasil penelitian (Santoso, 1993;
Thaba, 1996; Fatah, 1998), bahwa birokrasi di Indonesia ada kecenderungan
berkembang kearah “parkinsonian”, dimana terjadinya proses pertumbuhan
jumlah personil dan pemekaran struktur dalam birokrasi secara tidak terkendali.

Pemekaran yang terjadi bukan karena tuntutan fungsi, tetapi semata-mata untuk memenuhi tuntutan struktur. Disamping itu, terdapat pula kecenderungann 2 terjadinya birokrasi “orwellian” yakni proses pertumbuhan kekuasaan birokrasi atas masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh birokrasi. Akibatnya, birokrasi Indonesia semakin membesar (big bureaucracy) dan cenderung tidak efektif dan tidak efesien. Pada kondisi yang demikian, sangat sulit diharapkan birokrasi siap dan mampu melaksanakan kewenangankewenangan barunya secara optimal.

Meskipun sudah menjadi gejala yang sangat umum, ternyata pada setiap
konteks sistem budaya masyarakat, secara empirik birokrasi dan birokratisasi terlihat dalam pola perilaku yang beragam. Gejala demikian menunjukkan bahwa birokrasi dan birokratisasi tidak pernah tampil dalam bentuk idealnya. Beberapa alasan, mengapa bentuk ideal birokrasi tidak nampak dalam praktek kerjanya antara lain: Pertama, manusia birokrasi tidak selalu berada (exist) hanya untuk organisasi. Kedua, birokrasi sendiri tidak kebal terhadap perubahan sosial. Ketiga, birokrasi dirancang untuk semua orang. Keempat, dalam kehidupan keseharian manusia birokrasi berbeda-beda dalam kecerdasan, kekuatan, pengabdian dan sebagainya, sehingga mereka tidak dapat saling dipertukarkan untuk peran dan fungsinya dalam kinerja organisasi birokrasi.

Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator birokrasi lebih berjaya
hidup di dunia barat daripada di dunia timur. Hal ini dapat dipahami, karena di dunia barat birokrasi telah berkembang selama beberapa abad. Suatu misal pada abad pertengahan dan seterusnya, perkembangan birokrasi semakin dipacu dan di dukung oleh masyarakat industri. Oleh karena rasionalitas birokrasi cenderung berhubungan dengan gejala industrialisasi, maka banyak negara yang bercita-cita menjadi masyarakatnya menjadi masyarakat industri dan mengadopsi model birokrasi rasional di dalamnya. Namun demikian, bagi masyarakat yang sedang berkembang tidak semua kemanfaatan birokrasi rasional dapat dipetik dan dirasakan. Apalagi birokrasi menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat, maka kecaman dan pesimisme semakin muncul karena banyak anggota masyarakat merasakan bahwa berbagai pola tingkah laku yang telah merupakan
kebiasaan dalam birokrasi tidak dapat mengikuti dan memenuhi tuntutan
pembangunan dan perkembangan masyarakatnya. Sebagai contoh, Islamy
(1998:7) menyebutkan adanya keadaan birokrasi publik di sektor pemerintahan, pendidikan dan kesehatan dan sebagainya berada dalam suatu kondisi yang

Download file: 4Pentingnya Manajemen Birokrasi Profesional untuk Mengatas.pdf (66 KB)

0 Makalah Kesehatan: Persepsi dan Pengaruh Sistem Pembagian Jasa Pelayanan Terhadap Kinerja Karyawan di Rumah Sakit Jiwa Madani

Penelitian kuasi eksperimental ini menggunakan rancangan pre dan post study design without control group. Subjek penelitian adalah seluruh karyawan RSJ M (202), terdiri dari: (a) 15 dokter (dokter umum 6 orang, dokter gigi 2 orang, dokter spesialis 7 orang), (b) 130 paramedis, (c) 58 karyawan lain.

Variabel bebasnya adalah: 1) revisi sistem pembagian jasa pelayanan, dan 2) persepsi terhadap sistem pembagian jasa pelayanan, meliputi keadilan, transparansi, waktu pemberian. Variabel terikat adalah: (1) kinerja dokter, meliputi presensi, kunjungan rawat jalan, serta jumlah visite, (2) kinerja dokter, paramedis, dan karyawan sebelum dan setelah revisi sistem jasa pelayanan, meliputi mutu pekerjaan, jumlah pekerjaan, efektivitas pembiayaan, dan inisiatif. Ciri-ciri individu yaitu jenis kelamin, umur, masa kerja, golongan, dan jenis pekerjaan juga dikumpulkan datanya.

Sumber data menggunakan data primer dan data sekunder. Data sekunder berasal dari catatan medik dan kepegawaian RSJ M untuk mengumpulkan data kinerja dokter enam bulan sebelum dan enam bulan sesudah revisi sistem jasa pelayanan. Data primer persepsi dan kinerja dokter, paramedis dan karyawan diperoleh melalui kuisioner. Kuisioner terdiri dari tiga bagian yaitu ciri karakteristik individu, persepsi karyawan terhadap sistem pembagian jasa pelayanan dan kinerja seluruh karyawan.

Kuisioner sistem pembagian jasa pelayanan memuat 24 pertanyaan mengenai transparansi, keadilan, dan pertanyaan mengenai waktu pemberian jasa pelayanan. Penilaian menggunakan skala intervalmodel Likert, skor penilaian berkisar antara 1 (sangat tidak setuju) hingga 4 (sangat setuju).

Kuesioner kinerja dokter dan karyawan mempunyai 25 item pertanyaan yang mengukur mutu pekerjaan, jumlah pekerjaan, efektivitas, dan inisiasi. Pertanyaan menggunakan skala likert dengan skala 1 (tidak pernah melakukan) hingga 5 (selalu melakukan).

Download file: 02nofrinaldi-new
Penelitian kuasi eksperimental ini menggunakan rancangan pre dan post study design without control group. Subjek penelitian adalah seluruh karyawan RSJ M (202), terdiri dari: (a) 15 dokter (dokter umum 6 orang, dokter gigi 2 orang, dokter spesialis 7 orang), (b) 130 paramedis, (c) 58 karyawan lain.

Variabel bebasnya adalah: 1) revisi sistem pembagian jasa pelayanan, dan 2) persepsi terhadap sistem pembagian jasa pelayanan, meliputi keadilan, transparansi, waktu pemberian. Variabel terikat adalah: (1) kinerja dokter, meliputi presensi, kunjungan rawat jalan, serta jumlah visite, (2) kinerja dokter, paramedis, dan karyawan sebelum dan setelah revisi sistem jasa pelayanan, meliputi mutu pekerjaan, jumlah pekerjaan, efektivitas pembiayaan, dan inisiatif. Ciri-ciri individu yaitu jenis kelamin, umur, masa kerja, golongan, dan jenis pekerjaan juga dikumpulkan datanya.

Sumber data menggunakan data primer dan data sekunder. Data sekunder berasal dari catatan medik dan kepegawaian RSJ M untuk mengumpulkan data kinerja dokter enam bulan sebelum dan enam bulan sesudah revisi sistem jasa pelayanan. Data primer persepsi dan kinerja dokter, paramedis dan karyawan diperoleh melalui kuisioner. Kuisioner terdiri dari tiga bagian yaitu ciri karakteristik individu, persepsi karyawan terhadap sistem pembagian jasa pelayanan dan kinerja seluruh karyawan.

Kuisioner sistem pembagian jasa pelayanan memuat 24 pertanyaan mengenai transparansi, keadilan, dan pertanyaan mengenai waktu pemberian jasa pelayanan. Penilaian menggunakan skala intervalmodel Likert, skor penilaian berkisar antara 1 (sangat tidak setuju) hingga 4 (sangat setuju).

Kuesioner kinerja dokter dan karyawan mempunyai 25 item pertanyaan yang mengukur mutu pekerjaan, jumlah pekerjaan, efektivitas, dan inisiasi. Pertanyaan menggunakan skala likert dengan skala 1 (tidak pernah melakukan) hingga 5 (selalu melakukan).

Download file: 02nofrinaldi-new

0 Prospek Islam Politik

Prospek Islam politik adalah kemungkinan menguat atau melemahnya Islam yang diperjuangkan lewat jalur politik dalam perpolitikan nasional di masa yang akan datang.

“Islam yang diperjuangkan” adalah agenda-agenda spesifik Islam yang diperjuangkan secara politik dalam proses elektoral, dalam gerakan-gerakan sosial, dalam politik kepartaian, dan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah.

Agenda-agenda yang spesifik itu pada tingkat konstitusional adalah kecenderungan sejauhmana upaya untuk merubah konstitusi negara diupayakan, dan sejauhmana kemungkinan itu mendapatkan dukungan dari publik seperti terlihat dari dukungan massa terhadap perubahan atau penggantian konstitusi yang ada dengan Islam karena Islam dipertentangan dengan Pancasila dan UUD, atau Islam dipertentangkan dengan demokrasi; dukungan terhadap organisasiorganisasi gerakan Islam yang dikenal memperjuangkan agenda-agenda spesifik Islam, dan dukungan terhadap partai-partai yang selama ini dikenal sebagai partai berplatorfm Islam.

Download file: prospek-islam-politik
Prospek Islam politik adalah kemungkinan menguat atau melemahnya Islam yang diperjuangkan lewat jalur politik dalam perpolitikan nasional di masa yang akan datang.

“Islam yang diperjuangkan” adalah agenda-agenda spesifik Islam yang diperjuangkan secara politik dalam proses elektoral, dalam gerakan-gerakan sosial, dalam politik kepartaian, dan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah.

Agenda-agenda yang spesifik itu pada tingkat konstitusional adalah kecenderungan sejauhmana upaya untuk merubah konstitusi negara diupayakan, dan sejauhmana kemungkinan itu mendapatkan dukungan dari publik seperti terlihat dari dukungan massa terhadap perubahan atau penggantian konstitusi yang ada dengan Islam karena Islam dipertentangan dengan Pancasila dan UUD, atau Islam dipertentangkan dengan demokrasi; dukungan terhadap organisasiorganisasi gerakan Islam yang dikenal memperjuangkan agenda-agenda spesifik Islam, dan dukungan terhadap partai-partai yang selama ini dikenal sebagai partai berplatorfm Islam.

Download file: prospek-islam-politik

0 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Faktor Ekstern, Kesempatan Investasi dan Pertumbuhan Assets Terhadap Keputusan Pendanaan Perusahaan yang Terdaftar Pada Bursa Efek Jakarta

Misi pembangunan Indonesia adalah pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, berbasis pada sumber daya alam dan sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan tumbuh berkelanjutan.

Sebagai suatu unit usaha, maka aktivitas perusahaan akan sangat dipengaruhi oleh variabelvariabel makro ekonomi. Variabel-variabel makro ekonomi yang sangat menentukan lingkungan bisnis misalnya: tingkat bunga, kurs dan tingkat inflasi (Damodaran 1997). Pada pertengahan 1997, banyak pihak memuji prestasi pembangunan ekonomi Indonesia, termasuk
salah satu High Performing Asian Economy Countries yang memiliki kinerja perekonomian mengagumkan, bahkan dianggap sebuah miracle (World Bank 1993). Namun, ternyata krisis ekonomi yang berawal dari krisis di Thailand melanda Indonesia dan berdampak terhadap perubahan aset perusahaan.

Pertumbuhan aset perusahaan tidak didukung oleh sumber daya domestik yang tangguh, tetapi karena investasi asing, bahkan kebanyakan berjangka pendek sehingga dapat sewaktu-waktu keluar dari Indonesia. Pembangunan nasional juga dibiayai dengan utang luar negeri, sehingga justru memberatkan kondisi perekonomian Indonesia yang telah terjerat pada lingkaran tak berujung pangkal dari utang (debt trap). Indonesia tidak dapat membiayai pembangunan tanpa utang.

Krisis ekonomi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia disebabkan karena negara-negara ini mengalami over borrowing tanpa pernah meng-hitung biaya yang harus dibayarnya atau growth at any price (Henderson 1998). Pertumbuhan perusahaan yang berkelanjutan (Sharpie 1991) adalah tingkat dimana penjualan perusahaan dapat tumbuh tergantung pada bagaimana dukungan asset terhadap peningkatan penjualan dan bagaimana dana yang tersedia (berupa current liabilities, debt, retained earnings dan new sales) terhadap pertumbuhan asset, dengan asumsi bahwa perusahaan mau dan mampu menyediakan new debt dan new equity.
Asumsi ini untuk mengatasi keterbatasan financial terhadap pertumbuhan.

Download file: aku07090203_ok
Misi pembangunan Indonesia adalah pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, berbasis pada sumber daya alam dan sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan tumbuh berkelanjutan.

Sebagai suatu unit usaha, maka aktivitas perusahaan akan sangat dipengaruhi oleh variabelvariabel makro ekonomi. Variabel-variabel makro ekonomi yang sangat menentukan lingkungan bisnis misalnya: tingkat bunga, kurs dan tingkat inflasi (Damodaran 1997). Pada pertengahan 1997, banyak pihak memuji prestasi pembangunan ekonomi Indonesia, termasuk
salah satu High Performing Asian Economy Countries yang memiliki kinerja perekonomian mengagumkan, bahkan dianggap sebuah miracle (World Bank 1993). Namun, ternyata krisis ekonomi yang berawal dari krisis di Thailand melanda Indonesia dan berdampak terhadap perubahan aset perusahaan.

Pertumbuhan aset perusahaan tidak didukung oleh sumber daya domestik yang tangguh, tetapi karena investasi asing, bahkan kebanyakan berjangka pendek sehingga dapat sewaktu-waktu keluar dari Indonesia. Pembangunan nasional juga dibiayai dengan utang luar negeri, sehingga justru memberatkan kondisi perekonomian Indonesia yang telah terjerat pada lingkaran tak berujung pangkal dari utang (debt trap). Indonesia tidak dapat membiayai pembangunan tanpa utang.

Krisis ekonomi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia disebabkan karena negara-negara ini mengalami over borrowing tanpa pernah meng-hitung biaya yang harus dibayarnya atau growth at any price (Henderson 1998). Pertumbuhan perusahaan yang berkelanjutan (Sharpie 1991) adalah tingkat dimana penjualan perusahaan dapat tumbuh tergantung pada bagaimana dukungan asset terhadap peningkatan penjualan dan bagaimana dana yang tersedia (berupa current liabilities, debt, retained earnings dan new sales) terhadap pertumbuhan asset, dengan asumsi bahwa perusahaan mau dan mampu menyediakan new debt dan new equity.
Asumsi ini untuk mengatasi keterbatasan financial terhadap pertumbuhan.

Download file: aku07090203_ok

0 Makalah Administrasi Publik: Administrasi Pelayanan Publik Sebuah Perbincangan Awal

Tema sentral yang menjadi objek amatan administrasi publik mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Kalau pada awalnya administrasi publik hanya berkaitan dengan fiuigsi tradisional administrasi seperti menjaga keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat, objek amatan itu belakangan bergeser dan berkembang ke persoalan-persoalan yang lebih luas seperti pcrsoalan pelayanan publik dan persoalan publik lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat.

Hal ini nampak misalnya pada gerakan Administrasi Negara Baru yang dipelopori oleh Waldo dkk., yang memasukkan nilainilai keadilan sosial atau persamaan dan pelayanan publik sebagai tema sentralnya, suatu nilai yang belum pemah diperhatikan oleh siapapun sebelum gerakan ini lahir. Lahirnya gerakan ini, dan gerakan lain serupa, yang melahirkan fenomena semakin merebaknya dan meluasnya intervensi negara, merupakan salah satu manifestasi dari diterimanya konsep negara kesejahteraan. Variasi dari intervensi negara dalam kehidupan masyarakat akan memberikan bentukan yang beragam terhadap pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah.

Intervensi negara atau lebih tepatnya intervensi birokrasi publik, d^igan beragam variasinya, sangat diperlukan dalam pelayanan publik sebagian disebabkan oleh ketidak- sempumaan berlakunya teori pasar.Markel failures ridak dapat bekerja secara sempuma jika terjadi economic of scaie, monopoli dan ketimpangan informasi mengenai hara. Alasan lain kenapa birokrasi
publik diperlukan dalam pelayanan publik,karena mekanisme pasar tidak dapat memben pelayanan dengan baik dan efisien manakala jenis pelayanannya termasuk kedalam kategori public goods and services, yaitu barang dan jasa yang dapat dinikmati oleh setiap orang pada saat yang bersamaan (non rivalry) tanpa melihat peran sertanya dalam penyediaan barang tersebut (non excludability).

Adanya externalitas yaitu manfaat dan kerugian dari suatu kegiatan produksi tak diperhitungkan dalam penetapan harga, juga menjadi penyebab kenapa mekanisme pasar tak dapat berjalan secara efisien. Jika mekanisme pasar tak dapat beijalan dengan baik, dimana suatu pelayanan dapat dinikrnati oleh semua orang tanpa kecuali, tentu jarang atau bahkan tak ada pelaku bisnis / ekonomi yang tertarik untuk menyelenggarakan pelayanan publik. Dalam kondisi seperti ini ma-ka kehadiran birokrasi publik sangat diperlukan untuk membetulkan mekanisme pasar dan menghalangi mekanisme pasar yang merugikan publik. Pertimbangan lain yang sering dipakai sebagai justifikasi keterlibatan birokrasi publik dalam pelayanan publik adalah pertimbangan politik. Pertimbangan ini dipakai untuk menghindari kemungkinan masyarakat dirugikan oleh penyelenggaraan pelayanan di pasar bebas yang acapkali kepentingannya berbenturan dengan kepentingan publik.

Sekalipun keterlibatan birokrasi publik tak dapat dihindarkan dan dalam batas-batas tertentu mempunyai makna besar dalam pelayanan publik, yang menumt Osborne and Gaebler (1991) birokrasi publik diperiukan  untuk manajemen kebijakan, regulasi, keadilan, mencegah eksploitasi, menjamin kontinyuitas dan stabilitas jasa serta menjamin keakraban sosial, namun bukan berarti ia merupakan satu-satunya lembaga yang paling baik dalam memberikan pelayanan kepada publik. Pada sisi lain, walaupun ia sering dikritik karena terlalu tambun, terlalu konservatif, terlalu kental dengan nuansa politik dan terlalu boros (Common : 1993) atau menurut Savas the job of govemment is to steer not to row the boat. Delivering services is rowing and govemment is not very good at rowing. (Osborne and Gaebler : 1991, 25). Namun bukan berarti ia merupakan lembaga yang paling buruk penampilannya. Seperti halnya dengan instrumen pelayanan publik yang lain, semisal organisasi swasta, birokrasi publik mempunyai potensi dan limitasi dalam memberikan pelayanan kepada publik. la bisa lebih unggul dalam suatu situasi tetapi lemah atau buruk dalam situasi lain. la tidak bisa dipakai untuk jenis pelayanan yang sama dalam kondisi yang sama.

Download file: 2administrasi-pelayanan-publik-sebuah-perbincangan-awal_ok
Tema sentral yang menjadi objek amatan administrasi publik mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Kalau pada awalnya administrasi publik hanya berkaitan dengan fiuigsi tradisional administrasi seperti menjaga keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat, objek amatan itu belakangan bergeser dan berkembang ke persoalan-persoalan yang lebih luas seperti pcrsoalan pelayanan publik dan persoalan publik lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat.

Hal ini nampak misalnya pada gerakan Administrasi Negara Baru yang dipelopori oleh Waldo dkk., yang memasukkan nilainilai keadilan sosial atau persamaan dan pelayanan publik sebagai tema sentralnya, suatu nilai yang belum pemah diperhatikan oleh siapapun sebelum gerakan ini lahir. Lahirnya gerakan ini, dan gerakan lain serupa, yang melahirkan fenomena semakin merebaknya dan meluasnya intervensi negara, merupakan salah satu manifestasi dari diterimanya konsep negara kesejahteraan. Variasi dari intervensi negara dalam kehidupan masyarakat akan memberikan bentukan yang beragam terhadap pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah.

Intervensi negara atau lebih tepatnya intervensi birokrasi publik, d^igan beragam variasinya, sangat diperlukan dalam pelayanan publik sebagian disebabkan oleh ketidak- sempumaan berlakunya teori pasar.Markel failures ridak dapat bekerja secara sempuma jika terjadi economic of scaie, monopoli dan ketimpangan informasi mengenai hara. Alasan lain kenapa birokrasi
publik diperlukan dalam pelayanan publik,karena mekanisme pasar tidak dapat memben pelayanan dengan baik dan efisien manakala jenis pelayanannya termasuk kedalam kategori public goods and services, yaitu barang dan jasa yang dapat dinikmati oleh setiap orang pada saat yang bersamaan (non rivalry) tanpa melihat peran sertanya dalam penyediaan barang tersebut (non excludability).

Adanya externalitas yaitu manfaat dan kerugian dari suatu kegiatan produksi tak diperhitungkan dalam penetapan harga, juga menjadi penyebab kenapa mekanisme pasar tak dapat berjalan secara efisien. Jika mekanisme pasar tak dapat beijalan dengan baik, dimana suatu pelayanan dapat dinikrnati oleh semua orang tanpa kecuali, tentu jarang atau bahkan tak ada pelaku bisnis / ekonomi yang tertarik untuk menyelenggarakan pelayanan publik. Dalam kondisi seperti ini ma-ka kehadiran birokrasi publik sangat diperlukan untuk membetulkan mekanisme pasar dan menghalangi mekanisme pasar yang merugikan publik. Pertimbangan lain yang sering dipakai sebagai justifikasi keterlibatan birokrasi publik dalam pelayanan publik adalah pertimbangan politik. Pertimbangan ini dipakai untuk menghindari kemungkinan masyarakat dirugikan oleh penyelenggaraan pelayanan di pasar bebas yang acapkali kepentingannya berbenturan dengan kepentingan publik.

Sekalipun keterlibatan birokrasi publik tak dapat dihindarkan dan dalam batas-batas tertentu mempunyai makna besar dalam pelayanan publik, yang menumt Osborne and Gaebler (1991) birokrasi publik diperiukan  untuk manajemen kebijakan, regulasi, keadilan, mencegah eksploitasi, menjamin kontinyuitas dan stabilitas jasa serta menjamin keakraban sosial, namun bukan berarti ia merupakan satu-satunya lembaga yang paling baik dalam memberikan pelayanan kepada publik. Pada sisi lain, walaupun ia sering dikritik karena terlalu tambun, terlalu konservatif, terlalu kental dengan nuansa politik dan terlalu boros (Common : 1993) atau menurut Savas the job of govemment is to steer not to row the boat. Delivering services is rowing and govemment is not very good at rowing. (Osborne and Gaebler : 1991, 25). Namun bukan berarti ia merupakan lembaga yang paling buruk penampilannya. Seperti halnya dengan instrumen pelayanan publik yang lain, semisal organisasi swasta, birokrasi publik mempunyai potensi dan limitasi dalam memberikan pelayanan kepada publik. la bisa lebih unggul dalam suatu situasi tetapi lemah atau buruk dalam situasi lain. la tidak bisa dipakai untuk jenis pelayanan yang sama dalam kondisi yang sama.

Download file: 2administrasi-pelayanan-publik-sebuah-perbincangan-awal_ok

0 Kajian Kelayakan Investasi Proyek Teknologi Informasi dengan Menggunakan Metode Information Economics

Penilaian investasi Sistem Informasi (SI)/ Teknologi Informasi (TI) dimaksudkan untuk mengetahui apakah suatu proyek pengembangan SI/TI yang baru dapat memberikan manfaat yang sesuai (baik manfaat yang bersifat tangible maupun intangible) dengan biaya yang telah dikeluarkan. Investasi SI/TI seringkali hanya dipandang sebagai suatu biaya yang harus dikeluarkan tanpa tahu manfaat apa yang akan diperoleh.

Tiga puluh tahun yang lalu, ketika komputer digunakan sebagai sarana pemrosesan data secara elektronik dan menjalankan aplikasi tertentu seperti penggajian dan buku besar, lebih mudah untuk mendefinisikan dan menghitung manfaat dan biaya investasi. Penggunaan SI/TI yang semakin kompleks dan terdistribusi, yang menggeser manfaat dari efisiensi dan efektivitas ke inovasi, membuat manfaat semakin tidak nyata dan lebih sulit untuk didefinisikan dan diukur.

Beberapa praktisi berpendapat mengapa seringkali proyek SI/TI dianggap gagal memberikan manfaat yang signifikan ke perusahaan karena nilai manfaat SI/TI tidak pernah digali secara optimal. Seperti fenomena Iceberg, sesungguhnya masih banyak manfaat SI/TI yang tidak terlihat dan belum digali.

Penilaian investasi juga diperlukan untuk menentukan waktu pengembangan proyek-proyek pada suatu perusahaan. Pada saat perusahaan akan mengembangkan beberapa proyek SI/TI, maka perusahaan tersebut haruslah menetapkan prioritas, mana saja proyek yang harus dikerjakan terlebih dahulu. Kecenderungannya, proyek yang mempunyai nilai ekonomis tertinggi dan sesuai dengan anggaran perusahaanlah yang akan dikembangkan terlebih dahulu. Dengan kata lain, pada karya tulis ini akan dikaji bagaimana menganalisa dan menghitung nilai ekonomis investasi SI/TI dan apa manfaatnya bagi suatu perusahaan. Metodologi yang akan digunakan untuk menilai dan melakukan justifikasi terhadap suatu investasi SI/TI adalah information economics.

Download file: inf05060209
Penilaian investasi Sistem Informasi (SI)/ Teknologi Informasi (TI) dimaksudkan untuk mengetahui apakah suatu proyek pengembangan SI/TI yang baru dapat memberikan manfaat yang sesuai (baik manfaat yang bersifat tangible maupun intangible) dengan biaya yang telah dikeluarkan. Investasi SI/TI seringkali hanya dipandang sebagai suatu biaya yang harus dikeluarkan tanpa tahu manfaat apa yang akan diperoleh.

Tiga puluh tahun yang lalu, ketika komputer digunakan sebagai sarana pemrosesan data secara elektronik dan menjalankan aplikasi tertentu seperti penggajian dan buku besar, lebih mudah untuk mendefinisikan dan menghitung manfaat dan biaya investasi. Penggunaan SI/TI yang semakin kompleks dan terdistribusi, yang menggeser manfaat dari efisiensi dan efektivitas ke inovasi, membuat manfaat semakin tidak nyata dan lebih sulit untuk didefinisikan dan diukur.

Beberapa praktisi berpendapat mengapa seringkali proyek SI/TI dianggap gagal memberikan manfaat yang signifikan ke perusahaan karena nilai manfaat SI/TI tidak pernah digali secara optimal. Seperti fenomena Iceberg, sesungguhnya masih banyak manfaat SI/TI yang tidak terlihat dan belum digali.

Penilaian investasi juga diperlukan untuk menentukan waktu pengembangan proyek-proyek pada suatu perusahaan. Pada saat perusahaan akan mengembangkan beberapa proyek SI/TI, maka perusahaan tersebut haruslah menetapkan prioritas, mana saja proyek yang harus dikerjakan terlebih dahulu. Kecenderungannya, proyek yang mempunyai nilai ekonomis tertinggi dan sesuai dengan anggaran perusahaanlah yang akan dikembangkan terlebih dahulu. Dengan kata lain, pada karya tulis ini akan dikaji bagaimana menganalisa dan menghitung nilai ekonomis investasi SI/TI dan apa manfaatnya bagi suatu perusahaan. Metodologi yang akan digunakan untuk menilai dan melakukan justifikasi terhadap suatu investasi SI/TI adalah information economics.

Download file: inf05060209

0 Makalah Manajemen: Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Tolok Ukur Penilaian Pada Badan Usaha Berbentuk Koperasi

Dengan Balanced Scorecard para manajer perusahaan akan mampu mengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa
yang akan datang. Balanced Scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, demi perbaikan kinerja di masa depan. Melalui metode
yang sama dapat dinilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan.

Namun demikian, pembahasan mengenai pengukuran kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan atau organisasi yang bertujuan mencari laba (profit-seeking organisations). Jarang sekali ada pembahasan mengenai penerapan Balanced Scorecard pada organisasi nirlaba (not-forprofit organisations) atau organisasi dengan karakteristik khusus seperti koperasi, yang ditandai relational contracting, yakni saat owner dan consumer adalah orang yang sama, serta di mana mutual benefit anggota
menjadi prioritasnya yang utama (Merchant, 1998). Pada organisasiorganisasi semacam ini, keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada

kesuksesan pencapaian misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan (www.balancescorecard.org).
Berlainan dengan perusahaan atau organisasi yang bertujuan semata-mata mencari laba, karakteristik penting lain dari koperasi terlihat dari fungsi dan peran yang diamanatkan oleh UU No. 25/1992 yang di antaranya adalah : "Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya" (UU Perkoperasian).

Dalam konteks Indonesia, pembahasan mengenai koperasi tentunya tidak boleh diabaikan. Tidak saja karena konstitusi kita, dalam penjelasan Pasal 33, dengan tegas menyebutkan bahwa "bangun usaha yang sesuai
dengan sistem ekonomi Indonesia adalah koperasi", namun juga karena fakta empiris yang ada. Data yang terakhir, misalnya, menyebutkan bahwa sebagian besar kesempatan kerja ternyata dihasilkan oleh pengusaha kecilmenengah
dan koperasi. Sementara itu, ditinjau dari segi jumlah, saat ini tercatat 69.769 buah koperasi primer dan sekunder yang ada di Indonesia dengan anggota mencapai 21.189.357 jiwa (www.dekopin.org). Sebuah jumlah yang sangatlah signifikan.

Meskipun demikian, dibandingkan dengan pelaku-pelaku ekonomi yang lain, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan konglomerat, posisi koperasi ternyata masih sangat terbelakang. Nilai aset koperasi pada tahun 1993 hanya berjumlah Rp 4 trilyun. Jumlah itu kurang dari 1 persen nilai aset berbagai sektor usaha di Indonesia. Nilai aset terbesar dimiliki oleh BUMN dengan jumlah Rp 269 trilyun, disusun oleh konglomerat dengan jumlah Rp 227 trilyun. Sedangkan dalam nilai usaha keadaannya sedikit berbeda.

Konglomerat berada di urutan pertama dengan nilai usaha Rp 144 trilyun. BUMN di urutan kedua dengan nilai usaha Rp 80 trilyun. Sedangkan koperasi, dengan nilai usaha sebesar Rp 9,5 trilyun, kembali berada di urutan ketiga (Baswir, 2000).

Download 134-ali
Dengan Balanced Scorecard para manajer perusahaan akan mampu mengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa
yang akan datang. Balanced Scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, demi perbaikan kinerja di masa depan. Melalui metode
yang sama dapat dinilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan.

Namun demikian, pembahasan mengenai pengukuran kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan atau organisasi yang bertujuan mencari laba (profit-seeking organisations). Jarang sekali ada pembahasan mengenai penerapan Balanced Scorecard pada organisasi nirlaba (not-forprofit organisations) atau organisasi dengan karakteristik khusus seperti koperasi, yang ditandai relational contracting, yakni saat owner dan consumer adalah orang yang sama, serta di mana mutual benefit anggota
menjadi prioritasnya yang utama (Merchant, 1998). Pada organisasiorganisasi semacam ini, keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada

kesuksesan pencapaian misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan (www.balancescorecard.org).
Berlainan dengan perusahaan atau organisasi yang bertujuan semata-mata mencari laba, karakteristik penting lain dari koperasi terlihat dari fungsi dan peran yang diamanatkan oleh UU No. 25/1992 yang di antaranya adalah : "Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya" (UU Perkoperasian).

Dalam konteks Indonesia, pembahasan mengenai koperasi tentunya tidak boleh diabaikan. Tidak saja karena konstitusi kita, dalam penjelasan Pasal 33, dengan tegas menyebutkan bahwa "bangun usaha yang sesuai
dengan sistem ekonomi Indonesia adalah koperasi", namun juga karena fakta empiris yang ada. Data yang terakhir, misalnya, menyebutkan bahwa sebagian besar kesempatan kerja ternyata dihasilkan oleh pengusaha kecilmenengah
dan koperasi. Sementara itu, ditinjau dari segi jumlah, saat ini tercatat 69.769 buah koperasi primer dan sekunder yang ada di Indonesia dengan anggota mencapai 21.189.357 jiwa (www.dekopin.org). Sebuah jumlah yang sangatlah signifikan.

Meskipun demikian, dibandingkan dengan pelaku-pelaku ekonomi yang lain, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan konglomerat, posisi koperasi ternyata masih sangat terbelakang. Nilai aset koperasi pada tahun 1993 hanya berjumlah Rp 4 trilyun. Jumlah itu kurang dari 1 persen nilai aset berbagai sektor usaha di Indonesia. Nilai aset terbesar dimiliki oleh BUMN dengan jumlah Rp 269 trilyun, disusun oleh konglomerat dengan jumlah Rp 227 trilyun. Sedangkan dalam nilai usaha keadaannya sedikit berbeda.

Konglomerat berada di urutan pertama dengan nilai usaha Rp 144 trilyun. BUMN di urutan kedua dengan nilai usaha Rp 80 trilyun. Sedangkan koperasi, dengan nilai usaha sebesar Rp 9,5 trilyun, kembali berada di urutan ketiga (Baswir, 2000).

Download 134-ali

Monday, December 15, 2008

0 Makalah Teknologi: Sistem Booking Penjadwalan Personal Online Berbasis WAP

Sejak dahulu manusia memang sudah tidak dapat dipisahkan dari segala aktifitasnya baik yang mempunyai sifat rutinitas sehari-hari maupun yang bukan bersifat rutinitas. Segala aktifitas-aktifitas yang dilakukan tersebut sedikit banyak akan menyita waktu yang dimiliki oleh seorang manusia.

Pada masa sekarang ini, waktu merupakan sesuatu yang berharga, maka dari itu diperlukan adanya pengaturan yang tepat. Salah satu bentuk pengaturan terhadap waktu tersebut adalah rencana atau jadwal pribadi dari aktifitas-aktifitas
sehari-hari.

Teknologi dari perangkat nirkabel (wireless) dewasa ini telah berkembang dengan sangat pesat. Salah satu teknologi tersebut adalah teknologi WAP. Dengan teknologi ini, perangkat-perangkat nirkabel seperti handphone atau
telepon seluler dan PDA dapat digunakan sebagai browser untuk browsing di dunia internet. Dengan demikian peralatan tersebut dapat mengakses informasi dari dunia internet kapan saja dan dimana saja.

Dengan keuntungan-keuntungan yang diberikan oleh teknologi internet dan teknologi WAP, maka kedua teknologi ini dapat digunakan sebagai alat bantu untuk pengorganisasian waktu yaitu dengan sistem penjadwalan personal secara
online yang diakses melalui perangkat nirkabel sehingga sistem ini dapat diakses dimana pun dan kapan pun. Nantinya sistem ini diharapkan dapat menggantikan cara booking konvensional yang masih menggunakan cara-cara sebagai berikut yaitu : pertemuan empat mata, janji melalui telepon, penulisan janji pada secarik kertas, dan lain sebagainya.

sistem-booking-penjadwalan-personal-online-berbasis-wap
Sejak dahulu manusia memang sudah tidak dapat dipisahkan dari segala aktifitasnya baik yang mempunyai sifat rutinitas sehari-hari maupun yang bukan bersifat rutinitas. Segala aktifitas-aktifitas yang dilakukan tersebut sedikit banyak akan menyita waktu yang dimiliki oleh seorang manusia.

Pada masa sekarang ini, waktu merupakan sesuatu yang berharga, maka dari itu diperlukan adanya pengaturan yang tepat. Salah satu bentuk pengaturan terhadap waktu tersebut adalah rencana atau jadwal pribadi dari aktifitas-aktifitas
sehari-hari.

Teknologi dari perangkat nirkabel (wireless) dewasa ini telah berkembang dengan sangat pesat. Salah satu teknologi tersebut adalah teknologi WAP. Dengan teknologi ini, perangkat-perangkat nirkabel seperti handphone atau
telepon seluler dan PDA dapat digunakan sebagai browser untuk browsing di dunia internet. Dengan demikian peralatan tersebut dapat mengakses informasi dari dunia internet kapan saja dan dimana saja.

Dengan keuntungan-keuntungan yang diberikan oleh teknologi internet dan teknologi WAP, maka kedua teknologi ini dapat digunakan sebagai alat bantu untuk pengorganisasian waktu yaitu dengan sistem penjadwalan personal secara
online yang diakses melalui perangkat nirkabel sehingga sistem ini dapat diakses dimana pun dan kapan pun. Nantinya sistem ini diharapkan dapat menggantikan cara booking konvensional yang masih menggunakan cara-cara sebagai berikut yaitu : pertemuan empat mata, janji melalui telepon, penulisan janji pada secarik kertas, dan lain sebagainya.

sistem-booking-penjadwalan-personal-online-berbasis-wap

0 Makalah Hukum: Masalah-Masalah Hukum Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah

Paradigma filosofis, kebijakan politis, dan peraturan perundang-undangan mengenai sistem pemerintahan dan pemerintahan daerah khususnya, adalah tiga dimensi yang bertalian erat satu sama lain, antara ketiganya ini sudah semenjak tahun 1945 susul menyusul adanya, dalam rangka mencari satu format atau model pemerintahan dan otonomi daerah yang sesuai dengan tuntutan perkembangan politik di Indonesia, baik dalam skala lokal, nasional, regional maupun global.

Silih berganti UUD, begitu pula induk, policy (misalnya GBHN), disusul peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan dan otonomi daerah, tokh sampai hari ini belum juga ditemukan satu format yang dinilai mantap dan menjanjikan bagi bangsa ini, terlebih-Iebih bagi masyarakat di daerah. Justeru gerakan disentegrasi dan separatisme yang bemunculan dimana-mana.

Semuanya ini sebaiknya kita pulangkan kepada pernyataan pokok yakni apa latar belakang semua itu ? Di mana letak akar pemasalahannya. Di UUD-kah, di GBHN-kah atau di UU dan lainnyakah ? atau di dalam niat dan tekad serta mental dan perilaku penguasanya di Pusat atau di Daerah-Daerah itukah? Atau di semuanya itukah? Setelah melihat kembali jauh ke belakang berdasarkan pengalaman dan pengamatan di lingkungan pemerintahan itu, lalu menganalisa dari segi-segi teoretiskonsepsional maupun praktis-operasional, akhimya saya berpendapat dan berkeyakinan, bahwa di setiap mata rantai itu masih perlu dibenahi kembali. Dalam situasi yang demikian, maka UUD-Iah sebagai Konsep Dosen Sistem mengenai Nasional. yang akan menjadi sumber paradigma dasar yang ideal, untuk membuahi semua masalah pemerintahan. Termasuk Pemerintahan dan Otonomi Daerah.

Menurut sepanjang pengamatan saya, bangsa ini sedang mencari-cari dan berusaha menemukan satu format konstitusionalisme yang baru bagi dirinya, untuk kepentingan penataan ulang sistem manajemen kehidupan bangsa ini di semua bidang politik ekonomi, sosial budaya dan Hamkam, termasuk mengenai Pemerintahan dan otonomi Daerah.

Konstitusionalisme yang saya maksud bukan konstiutsi dalam makna rumus UUD an- sich, tetapi ialah isme, ism, pandangan, pemahaman, serta ide atau doktrin untuk mendapatkan satu rumusan bentuk dan pola baru mengenai manajemen kehidupan bangsa ini dengan semua sub-sistemnya, dan ingin ditata kembali menurut paradigma  yang jelas, baik paradigma di tataran filosofis maupun politis dan yuridis.

Hilaire Barnett mengatakan: “Coustutionalisme is the doctrine which governs the legitimacy of government action. By constituonalisme is meant - in relation to constituons written and unwitten conformity with the broad philosophical values within a state. Pasal 33 UUD 1945 yang memberikan pesan dan amanat kebijakan (political messages) mengenai format perekonomian nasional (disusun sebagai usaha bersama di antara semua aktor ekonomi) berdasarkan asas kekeluargaan (brotherhood, bukan family relationship), buKan gronyisme juga amanat supaya kekayaan alam tanah air ini dikelola
dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (bukan secara oligarkis dan kroniisme), Bahkan supaya fakir miskin dan yatim piatu sebagai kaum lemah beserta kaum-kaum lemah lainnya, terutama dalam hal kehidupan sehari-hari. Juga dalam hukum pemerintahan dan kesempatan kerja dan berusaha, ternyata tidak konsekwen dan konsisten dijadikan sebagai acuan dan referensi konsitusional dalam praktek, kecuali lebih banyak retorika politis lewat GBHN.

Pada hakekatnya, deviasi dan penyimpangan konstitusional yang terjadi selama inilah yang harus dilempangkan supaya kembali ke koridor semestinya. Maka kasus Indonesia ini sebenarnya, ialah satu upaya besar rekonstitusionalisasi dalam rangka mencari format konsititusionalisme yang baru bagi bangsa ini. Menurut hemat dan terpecahkan dan terselesaikan, maka sistem politik dan sistem perekonomian berikut sistem dan sub-sub sistem lainnya tidak akan kunjung mendapat format dan profilnya yang baru yang dinilai memenuhi keinginan masyarakat banyak dan luas.

masalah2-hukum-dlm-pelaksanaan-oonomi-daerah-prof-dr-solly-lubis
Paradigma filosofis, kebijakan politis, dan peraturan perundang-undangan mengenai sistem pemerintahan dan pemerintahan daerah khususnya, adalah tiga dimensi yang bertalian erat satu sama lain, antara ketiganya ini sudah semenjak tahun 1945 susul menyusul adanya, dalam rangka mencari satu format atau model pemerintahan dan otonomi daerah yang sesuai dengan tuntutan perkembangan politik di Indonesia, baik dalam skala lokal, nasional, regional maupun global.

Silih berganti UUD, begitu pula induk, policy (misalnya GBHN), disusul peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan dan otonomi daerah, tokh sampai hari ini belum juga ditemukan satu format yang dinilai mantap dan menjanjikan bagi bangsa ini, terlebih-Iebih bagi masyarakat di daerah. Justeru gerakan disentegrasi dan separatisme yang bemunculan dimana-mana.

Semuanya ini sebaiknya kita pulangkan kepada pernyataan pokok yakni apa latar belakang semua itu ? Di mana letak akar pemasalahannya. Di UUD-kah, di GBHN-kah atau di UU dan lainnyakah ? atau di dalam niat dan tekad serta mental dan perilaku penguasanya di Pusat atau di Daerah-Daerah itukah? Atau di semuanya itukah? Setelah melihat kembali jauh ke belakang berdasarkan pengalaman dan pengamatan di lingkungan pemerintahan itu, lalu menganalisa dari segi-segi teoretiskonsepsional maupun praktis-operasional, akhimya saya berpendapat dan berkeyakinan, bahwa di setiap mata rantai itu masih perlu dibenahi kembali. Dalam situasi yang demikian, maka UUD-Iah sebagai Konsep Dosen Sistem mengenai Nasional. yang akan menjadi sumber paradigma dasar yang ideal, untuk membuahi semua masalah pemerintahan. Termasuk Pemerintahan dan Otonomi Daerah.

Menurut sepanjang pengamatan saya, bangsa ini sedang mencari-cari dan berusaha menemukan satu format konstitusionalisme yang baru bagi dirinya, untuk kepentingan penataan ulang sistem manajemen kehidupan bangsa ini di semua bidang politik ekonomi, sosial budaya dan Hamkam, termasuk mengenai Pemerintahan dan otonomi Daerah.

Konstitusionalisme yang saya maksud bukan konstiutsi dalam makna rumus UUD an- sich, tetapi ialah isme, ism, pandangan, pemahaman, serta ide atau doktrin untuk mendapatkan satu rumusan bentuk dan pola baru mengenai manajemen kehidupan bangsa ini dengan semua sub-sistemnya, dan ingin ditata kembali menurut paradigma  yang jelas, baik paradigma di tataran filosofis maupun politis dan yuridis.

Hilaire Barnett mengatakan: “Coustutionalisme is the doctrine which governs the legitimacy of government action. By constituonalisme is meant - in relation to constituons written and unwitten conformity with the broad philosophical values within a state. Pasal 33 UUD 1945 yang memberikan pesan dan amanat kebijakan (political messages) mengenai format perekonomian nasional (disusun sebagai usaha bersama di antara semua aktor ekonomi) berdasarkan asas kekeluargaan (brotherhood, bukan family relationship), buKan gronyisme juga amanat supaya kekayaan alam tanah air ini dikelola
dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (bukan secara oligarkis dan kroniisme), Bahkan supaya fakir miskin dan yatim piatu sebagai kaum lemah beserta kaum-kaum lemah lainnya, terutama dalam hal kehidupan sehari-hari. Juga dalam hukum pemerintahan dan kesempatan kerja dan berusaha, ternyata tidak konsekwen dan konsisten dijadikan sebagai acuan dan referensi konsitusional dalam praktek, kecuali lebih banyak retorika politis lewat GBHN.

Pada hakekatnya, deviasi dan penyimpangan konstitusional yang terjadi selama inilah yang harus dilempangkan supaya kembali ke koridor semestinya. Maka kasus Indonesia ini sebenarnya, ialah satu upaya besar rekonstitusionalisasi dalam rangka mencari format konsititusionalisme yang baru bagi bangsa ini. Menurut hemat dan terpecahkan dan terselesaikan, maka sistem politik dan sistem perekonomian berikut sistem dan sub-sub sistem lainnya tidak akan kunjung mendapat format dan profilnya yang baru yang dinilai memenuhi keinginan masyarakat banyak dan luas.

masalah2-hukum-dlm-pelaksanaan-oonomi-daerah-prof-dr-solly-lubis

0 Makalah Pendidikan: Strategi Menghadapi Liberalisasi Pendidikan Tinggi

Dalam tipologi yang digunakan oleh para ekonom kegiatan usaha dalam masyarakat dibagi dalam 3 sektor. Sektor primer mencakup semua industri ekstraksi hasil pertambangan dan pertanian. Sektor sekunder mencakup industri untuk mengolah bahan dasar menjadi barang, bangunan, produk manufaktur dan utilities. Sektor tersier mencakup industri-industri untuk mengubah wujud benda fisik (physical services), keadaan manusia (human services) dan benda simbolik (information and communication services). Sejalan dengan pandangan ilmu ekonomi, WTO menetapkan pendidikan sebagai salah satu industri sector tersier, karena kegiatan pokoknya adalah mentransformasi orang yang tidak berpengetahuan dan orang tidak punya ketrampilan menjadi orang berpengetahuan dan orang yang punya ketrampilan.

Kontribusi sector tersier terhadap produk nasional suatu bangsa memang cenderung meningkat seiring dengan kemajuan pembangunan bangsa tersebut. Sejak 1980-an di negara-negara maju, perdagangan jasa tumbuh pesat dan telah memberikan sumbangan yang besar pada produk domestik bruto (PDB), lebih besar dibandingkan dengan sector primer dan sekunder. Tiga negara yang paling mendapaatkan keuntungan besar dari liberalisasi jasa pendidikan adalah Amerika Serikat, Inggeris dan Australia (Enders dan Fulton, Eds., 2002, hh 104-105). Pada 2000 ekspor jasa pendidikan Amerika mencapai US $ 14 milyar atau Rp. 126 trilyun. Di Inggeris sumbangan pendapatan dari ekspor jasa pendidikan mencapai sekitar 4 persen dari peneimaan sector jasa negara tersebut. Menurut Millea (1998), sebuah publikasi rahasia berjudul Intelligent Exports mengungkapkan bahwa pada 1994 sector jasa telah menyumbangkan 70 persen pada PDB Australia, menyerap 80 persen tenaga kerja dan merupakan 20 persen dari ekpor total negara Kangguru tersebut, Sebuah survey yang diadakan pada 1993 menunjukkan bahwa industri jasa yang paling menonjol orientasi ekpornya adalah jasa komputasi, pendidikan dan pelatihan. Ekpor jasa pendidikan dan pelatihan tersebut telah menghasilkan AUS $ 1,2 milyar pada 1993. Fakta tersebut dapat menjelaskan mengapa tiga negara maju tersebut amat getol menuntut liberalisasi sector jasa pendidikan melalui WTO,

Sejak 1995 Indonesia telah menjadi anggota WTO dengan diratifikasinya semua perjanjian-perjanjian perdagangan multilateral menjadi UU No, 7 tahun 1994. Perjanjian tersebut mengatur tata-perdagangan barang, jasa dan trade related intellectual property rights (TRIPS) atau hak atas kepemilikan intelektual yang terkait dengan perdagangan. Dalam bidang jasa, yang masuk sebagai obyek pengaturan WTO adalah semua jasa kecuali “jasa non-komersial atau tidak bersaing dengan penyedia jasa lainnya”.

strategi-menghadapi-liberalisasi-pendidikan-tinggi
Dalam tipologi yang digunakan oleh para ekonom kegiatan usaha dalam masyarakat dibagi dalam 3 sektor. Sektor primer mencakup semua industri ekstraksi hasil pertambangan dan pertanian. Sektor sekunder mencakup industri untuk mengolah bahan dasar menjadi barang, bangunan, produk manufaktur dan utilities. Sektor tersier mencakup industri-industri untuk mengubah wujud benda fisik (physical services), keadaan manusia (human services) dan benda simbolik (information and communication services). Sejalan dengan pandangan ilmu ekonomi, WTO menetapkan pendidikan sebagai salah satu industri sector tersier, karena kegiatan pokoknya adalah mentransformasi orang yang tidak berpengetahuan dan orang tidak punya ketrampilan menjadi orang berpengetahuan dan orang yang punya ketrampilan.

Kontribusi sector tersier terhadap produk nasional suatu bangsa memang cenderung meningkat seiring dengan kemajuan pembangunan bangsa tersebut. Sejak 1980-an di negara-negara maju, perdagangan jasa tumbuh pesat dan telah memberikan sumbangan yang besar pada produk domestik bruto (PDB), lebih besar dibandingkan dengan sector primer dan sekunder. Tiga negara yang paling mendapaatkan keuntungan besar dari liberalisasi jasa pendidikan adalah Amerika Serikat, Inggeris dan Australia (Enders dan Fulton, Eds., 2002, hh 104-105). Pada 2000 ekspor jasa pendidikan Amerika mencapai US $ 14 milyar atau Rp. 126 trilyun. Di Inggeris sumbangan pendapatan dari ekspor jasa pendidikan mencapai sekitar 4 persen dari peneimaan sector jasa negara tersebut. Menurut Millea (1998), sebuah publikasi rahasia berjudul Intelligent Exports mengungkapkan bahwa pada 1994 sector jasa telah menyumbangkan 70 persen pada PDB Australia, menyerap 80 persen tenaga kerja dan merupakan 20 persen dari ekpor total negara Kangguru tersebut, Sebuah survey yang diadakan pada 1993 menunjukkan bahwa industri jasa yang paling menonjol orientasi ekpornya adalah jasa komputasi, pendidikan dan pelatihan. Ekpor jasa pendidikan dan pelatihan tersebut telah menghasilkan AUS $ 1,2 milyar pada 1993. Fakta tersebut dapat menjelaskan mengapa tiga negara maju tersebut amat getol menuntut liberalisasi sector jasa pendidikan melalui WTO,

Sejak 1995 Indonesia telah menjadi anggota WTO dengan diratifikasinya semua perjanjian-perjanjian perdagangan multilateral menjadi UU No, 7 tahun 1994. Perjanjian tersebut mengatur tata-perdagangan barang, jasa dan trade related intellectual property rights (TRIPS) atau hak atas kepemilikan intelektual yang terkait dengan perdagangan. Dalam bidang jasa, yang masuk sebagai obyek pengaturan WTO adalah semua jasa kecuali “jasa non-komersial atau tidak bersaing dengan penyedia jasa lainnya”.

strategi-menghadapi-liberalisasi-pendidikan-tinggi

0 Makalah Akuntansi: Pengaruh Interaksi Ketidakpastian Lingkungan, Desentralisasi, dan Agregat Informasi Akuntansi Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial

Salah satu fungsi sistem akuntansi manajemen adalah sebagai sumber informasi penting untuk membantu manajer mengendalikan aktivitasnya serta mengurangi ketidakpastian guna mencapai tujuan (Atkinson dkk., 1995). Informasi manajemen sebagai salah satu produk sistem akuntansi manajemen memiliki peranan dalam memprediksi konsekuensi yang mungkin terjadi atas berbagai alternatif tindakan yang dapat dilakukan pada berbagai aktivitas seperti perencanaan, pengawasan dan pengambilan keputusan. Menurut Chenhall dan Morris (1986), karakteristik informasi yang bermanfaat berdasarkan persepsi para manajer untuk pembuatan keputusan adalah informasi yang lingkupnya luas, tepat waktu, agregat, dan terintegrasi.

Karakteristik informasi yang tersedia tersebut akan menjadi efektif apabila sesuai dengan tingkat kebutuhan pengguna informasi. Hal ini sejalan dengan pendekatan kontingensi yang menekankan bahwa tingkat desentralisasi dan karakteristik informasi sistem akuntansi manajemen mungkin tidak sama untuk segala situasi. Kapasitas sistem informasi dan kontrol seharusnya sesuai dengan kebutuhan atau permintaan sebagai akibat ketidakpastian yang dihadapi organisasi (Gerloff,1985).

Pendekatan kontingensi diperlukan untuk mengevaluasi faktor-faktor kondisional yang menyebabkan sistem  akuntansi manajemen menjadi lebih efektif. Faktor-faktor seperti lingkungan eksternal perusahaan, struktur organisasi perusahaan, teknologi, dan ukuran perusahaan telah diidentifikasi sebagai pengaruh moderasi dan sistem akuntansi manajemen (Merchant dan Kenneth, 1981).

Penelitian ini dilakukan dalam rangka memperoleh tambahan bukti empiris atas studi analisis trivariat terdahulu yang menguji pengaruh interaksi persepsi ketidakpastian lingkungan desentralisasi dan agregat informasi akuntansi manajemen terhadap kinerja manajerial. Gul dan Chia (1994) melakukan studi pada manajer perusahaan telekomunikasi, Ernawan (1995) melakukan studi dengan sampel manajer pada suatu perusahaan aluminium dan Ahmasafari (1995) melakukan studi pada manajer beragam jenis perusahaan, sedangkan penelitian ini melakukan studi pada jenis perusahaan perhotelan. Perusahaan jasa perhotelan memiliki kondisi lingkungan yang berbeda dengan jenis perusahaan yang diteliti sebelumnya, misalnya kepekaan dengan situasi politik dan ekonomi dunia dan kemajemukan interaksi intern organisasi yang melibatkan para manajer multikultur sehingga melalui studi ini terjadi pengayaan wacana hasil penelitian sebelumnya.

Berdasarkan uraian tersebut, pokok masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Adakah pengaruh interaksi tingkat desentralisasi, agregat informasi sistem akuntansi manajemen, dan tingkat persepsi ketidakpastian lingkungan terhadap
kinerja manajerial?

(2) Apakah interaksi tingkat desentralisasi yang tinggi dan agregat informasi sistem akuntansi manajemen yang tinggi akan berpengaruh negatif terhadap kinerja manajerial bagi para manajer dengan tingkat persepsi ketidakpastian lingkungan yang rendah?

(3) Apakah interaksi tingkat desentralisasi yang tinggi dan agregat informasi sistem akuntansi manajemen yang tinggi akan berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial bagi para manajer dengan tingkat persepsi ketidakpastian lingkungan yang tinggi?

dwirandra
Salah satu fungsi sistem akuntansi manajemen adalah sebagai sumber informasi penting untuk membantu manajer mengendalikan aktivitasnya serta mengurangi ketidakpastian guna mencapai tujuan (Atkinson dkk., 1995). Informasi manajemen sebagai salah satu produk sistem akuntansi manajemen memiliki peranan dalam memprediksi konsekuensi yang mungkin terjadi atas berbagai alternatif tindakan yang dapat dilakukan pada berbagai aktivitas seperti perencanaan, pengawasan dan pengambilan keputusan. Menurut Chenhall dan Morris (1986), karakteristik informasi yang bermanfaat berdasarkan persepsi para manajer untuk pembuatan keputusan adalah informasi yang lingkupnya luas, tepat waktu, agregat, dan terintegrasi.

Karakteristik informasi yang tersedia tersebut akan menjadi efektif apabila sesuai dengan tingkat kebutuhan pengguna informasi. Hal ini sejalan dengan pendekatan kontingensi yang menekankan bahwa tingkat desentralisasi dan karakteristik informasi sistem akuntansi manajemen mungkin tidak sama untuk segala situasi. Kapasitas sistem informasi dan kontrol seharusnya sesuai dengan kebutuhan atau permintaan sebagai akibat ketidakpastian yang dihadapi organisasi (Gerloff,1985).

Pendekatan kontingensi diperlukan untuk mengevaluasi faktor-faktor kondisional yang menyebabkan sistem  akuntansi manajemen menjadi lebih efektif. Faktor-faktor seperti lingkungan eksternal perusahaan, struktur organisasi perusahaan, teknologi, dan ukuran perusahaan telah diidentifikasi sebagai pengaruh moderasi dan sistem akuntansi manajemen (Merchant dan Kenneth, 1981).

Penelitian ini dilakukan dalam rangka memperoleh tambahan bukti empiris atas studi analisis trivariat terdahulu yang menguji pengaruh interaksi persepsi ketidakpastian lingkungan desentralisasi dan agregat informasi akuntansi manajemen terhadap kinerja manajerial. Gul dan Chia (1994) melakukan studi pada manajer perusahaan telekomunikasi, Ernawan (1995) melakukan studi dengan sampel manajer pada suatu perusahaan aluminium dan Ahmasafari (1995) melakukan studi pada manajer beragam jenis perusahaan, sedangkan penelitian ini melakukan studi pada jenis perusahaan perhotelan. Perusahaan jasa perhotelan memiliki kondisi lingkungan yang berbeda dengan jenis perusahaan yang diteliti sebelumnya, misalnya kepekaan dengan situasi politik dan ekonomi dunia dan kemajemukan interaksi intern organisasi yang melibatkan para manajer multikultur sehingga melalui studi ini terjadi pengayaan wacana hasil penelitian sebelumnya.

Berdasarkan uraian tersebut, pokok masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Adakah pengaruh interaksi tingkat desentralisasi, agregat informasi sistem akuntansi manajemen, dan tingkat persepsi ketidakpastian lingkungan terhadap
kinerja manajerial?

(2) Apakah interaksi tingkat desentralisasi yang tinggi dan agregat informasi sistem akuntansi manajemen yang tinggi akan berpengaruh negatif terhadap kinerja manajerial bagi para manajer dengan tingkat persepsi ketidakpastian lingkungan yang rendah?

(3) Apakah interaksi tingkat desentralisasi yang tinggi dan agregat informasi sistem akuntansi manajemen yang tinggi akan berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial bagi para manajer dengan tingkat persepsi ketidakpastian lingkungan yang tinggi?

dwirandra

0 Makalah Akuntansi: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Etika Penyusunan Laporan Keuangan

Kemajuan ekonomi suatu perusahaan memacu para akuntan untuk melakukan tindakan persaingan yang cukup tajam dalam dunia bisnis. Semua perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang sebesar-besarnya, agar dapat memperluas jaringannya. Akuntansi merupakan sistem yang digunakan untuk menyediakan informasi keuangan yang dibutuhkan banyak pihak, informasi tersebut berupa informasi akuntansi dalam bentuk laporan keuangan, yang disertai dengan catatan atau informasi atas laporan keuangan. Misal: Rasio-rasio kegiatan perusahaan di bidang sosial dan sebagainya. Terkadang penyajian laporan keuangan yang telah dibuat oleh akuntan menyimpang dari etika dan sikap positif seorang akuntan. Tidak mengherankan jika sejak dahulu etika selalu menyoroti akuntan dalam menyajikan laporan keuangan. Profesi akuntan Indonesia pada masa yang akan datang akan menghadapi tantangan yang semakin berat, untuk itu kesiapan yang menyangkut profesi seorang akuntan mutlak diperlukan.


Profesionalisme suatu profesi akuntan mensyaratkan tiga hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota akuntan yaitu keahlian, pengetahuan, dan berkarakter. Karakter menunjukkan kepribadian seorang akuntan yang diwujudkan dalam sikap dan tindakan etis akuntansi akan sangat menentukan posisinya di masyarakat, pemakai jasa dan akan menentukan keberadannya dalam persaingan di antara rekan profesi dari negara lainnya.


Di Indonesia sedang berkembang issue seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang terjadi, baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah. Hal ini tidak akan terjadi jika setiap akuntan dan calon akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman dan dapat menerapkan etika secara memadai dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang akuntan yang professional. Pekerjaan seorang akuntan harus


dikerjakan dengan sikap yang professional yang sepenuhnya berlandaskan pada standar moral dan etika yang ada. Dengan sikap akuntan yang professional maka akan mampu menghadapi tekanan yang muncul dari dirinya sendiri ataupun dari pihak eksternal, dimana kemampuan seorang akuntan untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan di mana dia berada. Dalam hal ini ada salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seorang akuntan adalah lingkungan pendidikan.


Dunia pendidikan akuntansi juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis seorang akuntan. Oleh sebab itu pemahaman seorang calon akuntan (mahasiswa akuntansi) sangat diperlukan dalam hal etika dan keberadaan pendidikan etika ini juga memiliki peranan penting dalam perkembangan profesi akuntansi di Indonesia. Mata kuliah yang mengandung muatan etika tidak terlepas dari misi yang telah dimiliki oleh pendidikan tinggi akuntansi sebagai


subsistem pendidikan tinggi, tetapi pendidikan tinggi akuntansi juga bertanggung jawab pada pengajaran ilmu pengetahuan yang menyangkut tentang etika yang harus dimiliki oleh mahasiswanya dan agar mahasiswanya mempunyai kepribadian (personality) yang utuh sebagai calon akuntan yang profesional.


Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai perbedaan persepsi mahasiswa yang belum mengambil matakuliah pendidikan etika dan mahasiswa yang sudah mengambil matakuliah pendidikan etika tentang penyajian laporan keuangan, serta memperoleh bukti empiris mengenai perbedaan persepsi mahasiswa yang belum mengambil matakuliah pendidikan etika dan mahasiswa yang sudah mengambil matakuliah pendidikan etika tentang


tanggung jawab terhadap pengguna laporan keuangan.


akt2



Judul skripsi

Kemajuan ekonomi suatu perusahaan memacu para akuntan untuk melakukan tindakan persaingan yang cukup tajam dalam dunia bisnis. Semua perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang sebesar-besarnya, agar dapat memperluas jaringannya. Akuntansi merupakan sistem yang digunakan untuk menyediakan informasi keuangan yang dibutuhkan banyak pihak, informasi tersebut berupa informasi akuntansi dalam bentuk laporan keuangan, yang disertai dengan catatan atau informasi atas laporan keuangan. Misal: Rasio-rasio kegiatan perusahaan di bidang sosial dan sebagainya. Terkadang penyajian laporan keuangan yang telah dibuat oleh akuntan menyimpang dari etika dan sikap positif seorang akuntan. Tidak mengherankan jika sejak dahulu etika selalu menyoroti akuntan dalam menyajikan laporan keuangan. Profesi akuntan Indonesia pada masa yang akan datang akan menghadapi tantangan yang semakin berat, untuk itu kesiapan yang menyangkut profesi seorang akuntan mutlak diperlukan.


Profesionalisme suatu profesi akuntan mensyaratkan tiga hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota akuntan yaitu keahlian, pengetahuan, dan berkarakter. Karakter menunjukkan kepribadian seorang akuntan yang diwujudkan dalam sikap dan tindakan etis akuntansi akan sangat menentukan posisinya di masyarakat, pemakai jasa dan akan menentukan keberadannya dalam persaingan di antara rekan profesi dari negara lainnya.


Di Indonesia sedang berkembang issue seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang terjadi, baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah. Hal ini tidak akan terjadi jika setiap akuntan dan calon akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman dan dapat menerapkan etika secara memadai dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang akuntan yang professional. Pekerjaan seorang akuntan harus


dikerjakan dengan sikap yang professional yang sepenuhnya berlandaskan pada standar moral dan etika yang ada. Dengan sikap akuntan yang professional maka akan mampu menghadapi tekanan yang muncul dari dirinya sendiri ataupun dari pihak eksternal, dimana kemampuan seorang akuntan untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan di mana dia berada. Dalam hal ini ada salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seorang akuntan adalah lingkungan pendidikan.


Dunia pendidikan akuntansi juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis seorang akuntan. Oleh sebab itu pemahaman seorang calon akuntan (mahasiswa akuntansi) sangat diperlukan dalam hal etika dan keberadaan pendidikan etika ini juga memiliki peranan penting dalam perkembangan profesi akuntansi di Indonesia. Mata kuliah yang mengandung muatan etika tidak terlepas dari misi yang telah dimiliki oleh pendidikan tinggi akuntansi sebagai


subsistem pendidikan tinggi, tetapi pendidikan tinggi akuntansi juga bertanggung jawab pada pengajaran ilmu pengetahuan yang menyangkut tentang etika yang harus dimiliki oleh mahasiswanya dan agar mahasiswanya mempunyai kepribadian (personality) yang utuh sebagai calon akuntan yang profesional.


Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai perbedaan persepsi mahasiswa yang belum mengambil matakuliah pendidikan etika dan mahasiswa yang sudah mengambil matakuliah pendidikan etika tentang penyajian laporan keuangan, serta memperoleh bukti empiris mengenai perbedaan persepsi mahasiswa yang belum mengambil matakuliah pendidikan etika dan mahasiswa yang sudah mengambil matakuliah pendidikan etika tentang


tanggung jawab terhadap pengguna laporan keuangan.


akt2



Judul skripsi

Monday, October 27, 2008

0 motorola


















CD 928


C650Add Image
C330
C200



C 115


















CD 928


C650Add Image
C330
C200



C 115

0 motorola


















CD 928


C650Add Image
C330
C200



C 115


















CD 928


C650Add Image
C330
C200



C 115

 

Universitasku Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates